Hutan Harapan, Sumatera | 20 April 2025
DI BALIK RIMBA Sumatera yang lebat, perempuan-perempuan Hutan Harapan bekerja penuh kegembiraan. Mereka merawat 98.555 hektar Hutan Harapan – hutan restorasi terbesar di Asia Tenggara – sambil membuktikan bahwa Kartini masa kini tak hanya berjuang di ruang rapat, tapi juga di tengah medan berat. Di sini, setiap bibit pohon yang ditanam adalah deklarasi: perempuan adalah penjaga masa depan bumi.
Basecamp PT REKI di tengah belantara Sumatera bukan sekadar tempat istirahat. Di balik dinding kayunya yang sederhana, perempuan-perempuan tangguh menjalankan peran multidimensi. Di dapur, asap kompor mengepul sementara tangan-tangan lihai mengolah singkong dan sayuran menjadi hidangan untuk 50an staf lapangan. Tak jauh dari sana, di nurseri, ribuan bibit meranti dan keruing disortir dengan cermat. Setiap bibit memiliki “rapor pertumbuhan” yang mencatat perkembangan tinggi batang hingga kerentanan hama.
Di ruang administrasi, deretan laptop mengeluarkan cahaya redup. Perempuan di balik layar itu mengelola database 1.300 spesies flora dan fauna, sekaligus memastikan transparansi anggaran restorasi. Tak jarang, mereka juga turun tangan memperbaiki sendiri fasilitas pendukung yang terbatas. “Kami seperti ibu bagi hutan. Tak ada tugas kecil di sini – sekalipun hanya memastikan tim tak kelaparan saat patroli,” ujar seorang staf logistik, sambil menatap karung beras yang baru saja dibongkarnya.
Di luar basecamp, kolaborasi dengan masyarakat adat Bathin Sembilan menjadi kunci kesuksesan restorasi. Perempuan PT REKI tak hanya ahli dalam ilmu ekologi, tetapi juga diplomasi. Mereka melatih beberapa kelompok keluarga dalam PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat), membentuk kelompok perempuan community warden, dan mengajar anak-anak mengenali jejak harimau Sumatera melalui gambar.
Hasilnya nyata: praktik perambahan hutan turun drastis sejak 2022. “Dulu perempuan tak dilibatkan. Kini, merekalah yang paling vokal melarang penebangan liar,” kata seorang koordinator pemberdayaan masyarakat. Di desa-desa, ibu-ibu bahkan membentuk patroli sukarela. “Kalau ada yang mau bakar lahan, kami langsung ingatkan: Hutan ini warisan anak cucu kita,” ujar seorang anggota kelompok tani hutan binaan PT REKI.
“Kami menanam untuk generasi yang tak akan kenal nama kami.
Ini cara kami merayakan Kartini: dengan warisan oksigen, bukan kata-kata.”
— Tim Perempuan PT REKI
Dedikasi ini tak datang tanpa pengorbanan. Banyak staf perempuan tinggal berhari-hari di hutan, jauh dari keluarga. Sinyal internet terbatas di camp saja itu pun kalau Listrik menyala, listrik mengandalkan genset yang menyala 12 jam sehari, dan fasilitas kesehatan juga terbatas. Tapi mereka tidak mudah menyerah.
“Selama ini kami Bahagia saja” kata Bu Kantin malu-malu.
Seorang staf SDM, bahkan harus membawa 2 anak balitanya ke camp karena masih membutuhkan perhatian ibunya. Kisah ini bukan sekadar cerita – ia adalah gambaran generasi yang tumbuh dengan kesadaran baru.
Direktur PT REKI, Adam, menegaskan bahwa kerja perempuan di Hutan Harapan adalah refleksi semangat Kartini yang visioner. “Data FAO menyebut perempuan mengelola 80% biodiversitas tradisional. Di sini, mereka buktikan: bahwa Perempuan juga mempunya peran yang signifikan dalam menjaga hutan,” ujarnya.
Di Hari Kartini 2025, kisah mereka mengingatkan dunia bahwa emansipasi tak hanya tentang kesetaraan gender, tetapi juga keberanian memilih jalan tak biasa. Di Hari Bumi, dedikasi mereka menjadi bukti: perempuan adalah jantung dari aksi iklim
“Hutan ini mengajarkan satu hal: perempuan tak perlu memilih antara keluarga dan bumi. Kami bisa merawat keduanya,” ucap seorang Ibu dengan bangga. Ia melangkah ke luar ruangnnya sambil menatap bibit-bibit tanaman yang baru setinggi lutut. Di balik cerita Kartini Hutan Harapan bebunyian Ungko dan Burung bersahutan, Hutan Harapan tetap bernapas – dipeluk oleh tangan-tangan yang tak kenal lelah.
Selamat Hari Kartini 21 April & Hari Bumi 22 April 2025:
Untuk perempuan yang menulis sejarah dengan hati dan langkah yang tak mudah menyerah.
