Hutan Harapan adalah nama kawasan hutan produksi pertama di Indonesia yang dikelola untuk dipulihkan ekosistemnya atau dikenal dengan istilah restorasi ekosistem (RE). Inisiatif pengelolaan hutan produksi ini telah mengilhami lahirnya lebih banyak lagi kawasan-kawasan restorasi ekosistem dalam upaya menyelamatkan hutan tersisa. Hutan Harapan menjadi referensi kajian RE di Indonesia.
Restorasi Ekosistem adalah upaya mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor SK.159/Menhut-II/2004, kegiatan restorasi ekosistem dapat dilakukan di kawasan Hutan Produksi melalui Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE).
Secara umum, pengelolaan Hutan Harapan berorientasi pada pengelolaan hutan berbasis ekosistem untuk perbaikan nilai ekonomi hutan, pemulihan flora dan fauna yang mempunyai nilai penting dan memberi manfaat secara ekonomi kepada masyarakat sekitar hutan. Usaha restorasi ekosistem Hutan Harapan merupakan upaya nyata untuk mempertahankan dan memulihkan kondisi hutan dataran rendah Sumatera yang sangat penting.
Kegiatan restorasi ekosistem bertujuan:
- pemulihan dan peningkatan keanekaragaman tumbuhan ekosistem hutan alam,
- pemulihan dan peningkatan produktivitas hutan alam,
- pemulihan dan peningkatan kualitas habitat, khususnya habitat satwa pilihan (kunci),
- pemulihan keanekaragaman dan populasi satwa, khususnya populasi satwa pilihan (kunci),
- pemulihan dan peningkatan fungsi hidrologis dan pengendalian erosi tanah,
- peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan (restorasi ekosistem),
- peningkatan potensi ekonomi hutan berupa ekowisata, penelitian, pendidikan dan pelatihan untuk sumber pembiayaan pengelolaan ekosistem hutan, pengentasan kemiskinan (kesejahteraan) masyarakat dan pendapatan pemerintah daerah dan pusat,
- pengembangan kelembagaan sistem pengelolaan hutan berbasis keanekaragaman hayati ekosistem hutan alam produksi dengan partisipasi (kolaborasi) stakeholders yaitu PT Reki, masyarakat setempat, LSM, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Kondisi Hutan
Kelompok hutan Hulu Sungai Meranti-Hulu Sungai Lalan dan Sungai Kapas pada umumnya merupakan areal hutan sekunder (bekas tebangan/logged over area/LOA). Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat TM 234 tahun 2006 kondisi hutan dikelompokan menjadi 3 yakni: hutan sekunder tinggi (hutan produktif), hutan sekunder sedang (hutan kurang produktif) dan hutan sekunder rendah (hutan tidak produktif).
Hutan sekunder tinggi memiliki stratifikasi vegetasi yang lengkap mulai tingkat semai, pancang, tiang, dan tingkat pohon. Penutupan tajuk berkisar antara 71-100 persen dengan rata-rata diameter pohon > 20 cm. Hutan dengan kategori ini mencakup luas 33 persen.
Hutan sekunder sedang, merupakan peralihan antara hutan sekunder rendah dan tinggi, yaitu penutupan tajuk berkisar 40-71 persen dan struktur vegetasi didominasi oleh pohon tingkat tiang. Areal ini dikategorikan juga sebagai hutan terdegradasi (degraded forest). Areal hutan dengan kategori ini mencakup luas 32 persen.
Hutan sekunder rendah, hutan sekunder dengan penutupan tajuk < 40 persen. Areal ini dikategorikan juga sebagai hutan yang sangat terdegradasi (very degraded forest), yang memiliki penutupan lahan bervariasi mulai dari semak belukar (tumbuhan bawah), terutama pada areal bekas terbakar atau hutan dengan struktur vegetasi yang didominasi oleh pohon tingkat pancang. Areal hutan dengan kategori ini mencakup luas 35 persen. Jenis pohon pada hutan sekunder tinggi didominasi oleh jenis pohon meranti (Shorea spp), medang (Litsea spp), dan balam (Palaquium spp). Jenis pohon pada hutan sekunder sedang didominasi oleh meranti (Shorea spp), medang (Litsea spp), dan kempas (Koompasia excelsa). Beberapa jenis pohon termasuk ke dalam jenis-jenis yang dilindungi, diantaranya jelutung (Dyera sp), surian (Toona sp), bulian (Eusideroxylon zwageri), dan tembesu (Fagraea fragrans).
Kondisi Fauna
Berdasarkan data yang tersedia pada awal pengelolaan diketahui bahwa di dalam areal restorasi ekosistem diperkirakan sedikitnya terdapat sebanyak 374 spesies yang terdiri atas 55 spesies klas mamalia, 293 spesies klas aves, 38 spesies klas reptilia dan 26 spesies klas amfibia. Jumlah spesies fauna yang tergolong dalam spesies endemik atau dilindungi oleh undang-undang di dalam areal restorasi ekosistem terdapat sebanyak 44 species atau 29,33 persen terdiri atas 20 species klas mamalia, 22 spesies klas aves, dan 2 spesies klas reptilia. Data terbaru flora dan fauna Hutan Harapan dapat dilihat di bagian lain website Hutan Harapan ini.
Illegal Logging
Kegiatan illegal logging pada areal lokasi restorasi ekosistem cukup menghawatirkan dan mengancam kelestarian hutan jika tidak segera diambil tindakan yang memadai. Di masa-masa awal, lokasi berlangsungnya kegiatan illegal logging sebagai berikut:
- Hulu Sungai Kandang (Bagian Utara dan Timur Laut Lokasi). Jenis-jenis kayu yang ditebang adalah Meranti (Shorea sp), Bulian (Eusideroxilon zwageri), Kempas (Koompasia excelsa), dan Keranji (Dialium sp).
- Hulu Sungai Meranti (Bagian Barat Lokasi). Jenis kayu yang diambil antara lain jenis Meranti dan Kulim.
- Hulu Sungai Kapas (Bagian Barat Laut Lokasi). Jenis kayu yang diambil umumnya jenis Meranti, Kempas, Kulim, dan Petaling.
Perambahan Hutan
Kegiatan perambahan hutan terjadi sejak 2006 sampai dengan saat ini dan berada di beberapa lokasi di dalam areal restorasi ekositem, dan perlu penangan serius, terutama sekali dari cara mereka membuka ladang yakni tebang dan bakar (slash and burn) yang membahayakan dan memicu terjadinya kebakaran hutan. Alasan pembukaan lahan disamping untuk pembukaan kebun karet atau kelapa sawit juga keperluan klaim tanah milik, guna mendapatkan ganti rugi dari perusahaan kehutanan atau perkebunan yang akan masuk.
Kerangka Konsep Strategi Restorasi Ekosistem
Pengelolaan kawasan hutan yang lestari dan berkelanjutan merupakan dasar utama kegiatan restorasi ekosistem yang mengedepankan kelola aspek produksi (menyediakan sumberdaya untuk melaksanakan restorasi, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dan peningkatan potensi kawasan restorasi), ekologi (inventarisasi potensi hutan baik flora dan fauna, pengamanan kawasan hutan baik dari gangguan manusia maupun alam, pemulihan dan restorasi hutan) dan sosial (tata batas partisipatif, pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat desa hutan, pengelolaan konflik sumberdaya) hingga tercapai keseimbangan ekosistem. Pada hutan sekunder rendah kegiatan restorasi dimaksudkan untuk memulihkan produktivitas lahan dengan menggunakan jenis-jenis setempat intoleran. Penanaman dirancang terutama untuk memulihkan fungsi perlindungan dan jasa ekologis, menghasilkan kayu atau menghasilkan multi produk. Pada hutan sekunder sedang, kegiatan restorasi dirancang untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mengembalikan (sebagian) keanekaragaman jenis flora dan fauna asli setempat untuk kepentingan ekologis dan ekonomik melalui kegiatan pengayaan. Pada hutan sekunder tinggi, kegiatan restorasi dirancang untuk mengembalikan struktur, produktivitas, dan keanekaragaman spesies dari ekosistem hutan awal dengan mengedepankan kegiatan pemeliharaan dan perlindungan (ecosystem recovery).
Penataan Areal Kerja (PAK)
Penataan Areal Kerja meliputi kegiatan pembagian hutan ke dalam blok, petak dan anak petak sebagai satuan manajemen kelestarian dan ekosistem hutan. Batas-batas blok RKT (Rencana Kegiatan Tahunan) maupun petak harus jelas dilapangan dan dipetakan.
Inventarisasi Hutan
Inventarisasi hutan berupa inventarisasi keaneragaman flora dan fauna (meliputi populasi fauna dan habitatnya) dan inventarisasi kondisi penutupan hutan dan potensi tegakan hutan.
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kunci keberhasilan kegiatan pengelolaan restorasi ekosistem karena dengan cukup tersedianya jalan angkutan akan melancarkan seluruh pelaksanaan kegiatan penanaman, pengayaan/rehabilitasi hutan, pemeliharaan tegakan, pengamanan dan perlindungan hutan, pengembangan ekowisata, serta pemanfaatan hasil hutan non kayu.
Pengadaan Bibit
Pengadaan bibit merupakan kegiatan yang meliputi penyiapan tempat pembibitan, pengadaan sarana dan prasarana, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pengadaan bibit. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh benih atau bibit yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang memadai dan tepat waktu serta untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hutan dan keanekaragaman hayati yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh dengan menggunakan bibit pohon niagawi setempat yang berkualitas tinggi dan sesuai dengan jenis-jenis yang dikehendaki.
Penanaman dan Pengayaan
Kegiatan penanaman diprioritaskan pada hutan tidak produktif pada daerah kawasan bernilai konservasi tinggi, kawasan perlindungan ekosistem dan kawasan bernilai sosek tinggi dengan spesifikasi jenis tanaman unggulan setempat yang mampu cepat tumbuh ditempat terbuka. Kegitan pengayaan diprioritaskan pada areal yang kurang cukup permudaan dengan tujuan untuk memperbaiki komposisi jenis, penyebaran pohon dan nilai keanekaragaman hayati dengan spesifikasi jenis tanaman jenis asli yang keberadaannya mulai langka, jenis pakan satwa. Tahapan dalam kegiatan penaman dan pengayaan meliputi penataan areal kerja, penyiapan bibit, pembuatan jalur tanam dan penanaman.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman dibedakan dalam dua jenis kegiatan yaitu pemeliharaan tanaman/pengayaan dan pohon binaan. Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan perawatan tanaman dengan cara membersihkan jalur tanaman, membunuh gulma dan pohon penanung, dan menyulam tanaman mati dengan tujuan mempertahankan jumlah tanaman/pohon dan memacu pertumbuhan/produktivitasnya. Pemeliharaan pohon binaan dilakukan dengan kegiatan penjarangan dengan tujuan mempertahankan riap yang tinggi.
Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan merupakan kegiatan yang bertujuan melindungi hutan dari berbagai gangguan, antara lain penebangan liar, perambahan hutan, kebakaran hutan, perburuan satwa, hama dan penyakit, konservasi tanah dan air serta gangguan lainnya yang dilakukan diseluruh kawasan restorasi, sehingga pertumbuhan vegetasi dapat optimal.
Kegiatan perlindungan hutan meliputi:
- Membentuk unit pengaman dan patroli rutin
- Memasang tanda larangan dan Penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
- Bersama masyarakat membangun system pengamanan hutan.
- Melakukan penelitian yang berhubungan dengan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup
- Melakukan kegiatan konservasi bersama masyarakat bekerjasama dengan pihak terkait.
Kemitraan dan Pembinaan Masyarakat
Aktivitas masyarakat yang selama ini cederung merusak hutan melalui kegiatan illegal logging, hunting, poaching, dan pertanian ladang berpindah dapat diubah menjadi aktivitas yang sejalan dan mendukung kegiatan restorasi ekosistem melalui peran serta aktif masyarakat setempat dalam semua aspek kegiatan restorasi ekosistem yang dapat mereka lakukan.
Oleh sebab itu, pendekatan yang akan dilakukan oleh Manajemen Hutan Harapan dalam mengelola hutan melalui kegiatan restorasi mengacu pada beberapa prinsip:
- Melakukan pengelolaan hutan yang adaptif (adaptive management) dan multipleuse.
- Melibatkan stakeholders lokal dalam pengelolaan hutan.
- Memberikan kepastian akses masyarakat lokal terhadap sumber daya hutan non kayu, dan
- Meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dan kesempatan mendapatkan pendapatan atas pengelolaan sumber daya hutan.
Restorasi Habitat Flora Fauna Pilihan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi-fungsi ekositem dan peranan setiap komponen ekosistem didalam kawasaan yang telah mengalami degradasi. Upaya ini diperlukan untuk pengendalian erosi, pemulihan habitat fauna dan penurunan dampak negative pada areal yang telah terganggu.
Restorasi habitat flora dilakukan dengan mempertimbangkan spesies tersebut merupakan spesies kunci, penurunan populasi secara drastis, regenerasi alami yang lambat, memiliki nilai manfaat ekonomi yang tinggi, memiliki manfaat ekologis yang besar dan luas, serta mendapat perlindungan undang-undang maupun penetapan lembaga internasional sebagai spesies yang terancam kepunahannya.
Restorasi fauna dilakukan dengan melakukan pendataan dan inventarisasi fauna, inventarisasi dan pendataan habitat fauna, penataan kawasan habitat inti pelestarian fauna, pembinaan habitat fauna, dan pembinaan populasi fauna.(*)