Minggu 15 Juni 2025/HH/IM.Iqbal

Selama setahun terakhir, Hutan Harapan di Sumatera menjadi saksi tumbuhnya gerakan mahasiswa yang terlibat langsung dalam pemulihan ekosistem. Dari pengamatan satwa liar hingga penguatan masyarakat lokal, mereka membawa harapan baru untuk hutan yang mulai pulih.

Mereka Datang, Belajar, dan Bertindak

Sumatera mungkin kehilangan sebagian besar hutan dataran rendahnya. Namun, di tengah lanskap yang porak-poranda oleh deforestasi, berdiri satu kawasan yang masih bertahan: Hutan Harapan.

Dan kini, kawasan seluas lebih dari 98.000 hektare itu tak lagi hanya dihuni oleh flora dan fauna langka. Selama setahun terakhir, puluhan mahasiswa dari berbagai universitas datang bergantian ke kawasan konservasi yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI). Mereka datang bukan sekadar untuk menulis laporan akhir, tapi juga untuk menjadi bagian dari solusi.

Magang yang Mengakar

Program magang dan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang dibuka REKI terbukti menarik minat mahasiswa dari berbagai latar belakang—kehutanan, biologi, teknik lingkungan, pertanian, geografi, hingga ilmu komunikasi.

“Mereka tidak hanya mengumpulkan data, tapi ikut serta dalam patroli hutan, mengamati perilaku satwa, hingga berdiskusi langsung dengan kelompok tani hutan,” kata salah satu koordinator program di REKI.

Pengalaman ini menjadi semacam living classroom bagi mahasiswa, tempat belajar yang tak bisa digantikan oleh ruang kuliah.

Hutan Bukan Cuma Soal Pohon

Para mahasiswa terlibat dalam berbagai kegiatan kunci restorasi, antara lain:

  • Monitoring satwa liar, termasuk pemasangan kamera trap untuk harimau Sumatera.
  • Pendampingan masyarakat, menyusun rencana kerja kemitraan kehutanan bersama Kelompok Tani Hutan (KTH).
  • Pemberdayaan ekonomi lokal, khususnya dalam pengembangan sistem agroforestri dan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu dan rotan.
  • Pengamatan perubahan ekosistem, melalui silvikultur, pemeliharaan tanaman, dan identifikasi kawasan rawan degradasi.

Tak hanya itu, mahasiswa juga dilibatkan dalam analisis kerja sama antara REKI dan lembaga mitra, termasuk NGO dan universitas lain. Ini menjadi pelajaran langsung tentang pentingnya kolaborasi dalam konservasi.

Menjadi Jembatan antara Sains dan Masyarakat

Salah satu peran kunci mahasiswa adalah menghubungkan pendekatan ilmiah dengan realitas sosial di lapangan. Banyak dari mereka yang terjun langsung berdiskusi dengan tokoh adat, membantu menguraikan kendala-kendala kemitraan, bahkan membuat kampanye edukasi di media sosial untuk menyuarakan pentingnya menjaga hutan.

“Mereka bawa semangat baru. Anak-anak muda ini punya cara berkomunikasi yang jauh lebih segar,” ujar seorang pendamping lapangan di REKI.

Kontribusi Nyata, Tantangan Nyata

Partisipasi mahasiswa dalam restorasi Hutan Harapan tidak tanpa tantangan. Akses yang sulit, fasilitas terbatas, hingga keterbatasan anggaran pribadi sering kali menjadi penghalang. Tapi justru dari keterbatasan itu muncul solidaritas dan ketangguhan.

“Ini bukan magang biasa. Ini pengalaman hidup,” kata salah satu mahasiswa peserta magang.

Meski begitu, banyak yang berharap dukungan dari kampus dan lembaga terkait bisa ditingkatkan. Termasuk insentif, pengakuan SKS, dan kemudahan administrasi untuk kegiatan lapangan.

Membuka Jalan bagi Generasi Selanjutnya

Hutan Harapan bukan hanya kawasan konservasi—ia menjadi pusat pembelajaran ekologi tropis yang hidup. REKI dan mitra-mitranya berharap gerakan mahasiswa ini bisa diformalisasi menjadi ekosistem pembelajaran yang berkelanjutan, dengan program residensi, kampus lapangan, atau riset kolaboratif lintas universitas.

Hutan Harapan mungkin diselamatkan oleh banyak tangan. Tapi tangan-tangan mahasiswa yang penuh semangat dan idealisme memainkan peran penting di dalamnya.

Mereka datang sebagai pelajar, tapi pulang sebagai penjaga. Bukan hanya menjaga hutan dari kerusakan, tetapi juga menjaga harapan bahwa generasi ini tak tinggal diam saat alam memanggil.

Keterangan: Artikel ini ditulis berdasarkan rangkuman kegiatan magang mahasiswa di PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI) serta data presentasi lapangan.