Base Camp Hutan Harapan, Jambi | 15 Mei 2025

Hutan Harapan seluas 98.555 hektar menghadapi tantangan serius dari perambahan, pembalakan liar, dan ekspansi perkebunan. Untuk mengatasi hal ini, 17 peserta dari berbagai departemen berkumpul dalam workshop empat hari guna menyusun sistem pelaporan dan pemantauan terpadu.

Adam, Direktur PT.REKI, menekankan pentingnya pendekatan terstruktur. “Data lapangan yang tersebar di berbagai departemen perlu diintegrasikan,” ujarnya. Fakta yang mengkhawatirkan turut dibahas: data Global Forest Watch (2020) menunjukkan hutan dataran rendah Sumatera tinggal 350.000 hektar, menyusut drastis dari 16 juta hektar pada 1970.

Workshop hari pertama fokus pada identifikasi komponen kunci pemantauan:

  • Pelaporan deforestasi untuk deteksi dini perubahan tutupan hutan
  • Pemantauan satwa liar seperti harimau dan gajah
  • Pengawasan aktivitas manusia termasuk perambahan dan pembalakan ilegal

Hari kedua diisi dengan penyusunan format standar. Tim Perlindungan Hutan berbagi pengalaman lapangan, sementara peneliti memaparkan teknik pengumpulan data biodiversitas. Hasilnya, disepakati kerangka pelaporan bulanan dengan indikator terukur.

Pelatihan praktis menjadi fokus hari ketiga. Peserta menguasai penggunaan GPS dan formulir digital, serta berlatih mengidentifikasi tanda-tanda aktivitas ilegal melalui studi kasus nyata.

Workshop ditutup dengan tiga rekomendasi utama:

  1. Pengembangan dashboard terpusat untuk pemantauan kawasan
  2. Pelatihan berkala petugas lapangan
  3. Evaluasi triwulanan efektivitas sistem

“Integrasi data adalah kunci untuk respons cepat terhadap ancaman,” tegas salah satu fasilitator. Tantangan ke depan adalah memastikan komitmen semua pihak dalam menerapkan sistem ini. “Waktu kita terbatas. Setiap hektar yang hilang adalah kerugian permanen,” pungkas seorang peserta. Dengan sistem pemantauan yang lebih solid, harapan untuk menyelamatkan Hutan Harapan tetap terjaga.(NFS/HH)