Oleh Teguh Miftah Asdaq (Staf Resolusi Konflik – Community Livelihood Development)

Di tengah derasnya arus modernisasi, masih ada tradisi yang bertahan sebagai jembatan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Salah satunya adalah Besale, sebuah ritual penyembuhan yang telah diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Batin Sembilan. Ritual ini bukan sekadar pengobatan fisik, tetapi juga sebuah upaya memulihkan keseimbangan spiritual dan sosial dalam komunitas.

Besale dilakukan sebagai bentuk penyembuhan bagi seseorang yang mengalami penyakit yang diyakini berasal dari gangguan roh halus atau ketidakseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Dalam kepercayaan masyarakat Bathin Sembilan, kesehatan tidak hanya bergantung pada kondisi fisik, tetapi juga pada keharmonisan dengan alam dan entitas spiritual di sekitarnya.

Ritual ini dipimpin oleh seorang dukun atau pemangku adat yang memiliki pemahaman mendalam tentang dunia gaib dan hubungan manusia dengan alam. Ia bertindak sebagai perantara antara dunia manusia dan makhluk halus yang diyakini bisa menyebabkan penyakit atau ketidakseimbangan dalam kehidupan seseorang. Tak hanya dukun, keluarga dan masyarakat sekitar juga turut serta dalam ritual ini untuk memberikan dukungan moral dan energi spiritual yang memperkuat prosesi penyembuhan.

Besale biasanya dilakukan di lokasi-lokasi yang dianggap sakral, seperti dalam hutan, rumah, atau tempat yang dipercaya memiliki kekuatan spiritual. Pemilihan tempat ritual bergantung pada penyebab penyakit yang dialami pasien. Jika penyakitnya diyakini berasal dari pelanggaran adat atau memasuki wilayah yang dilarang, ritual sering dilakukan di lokasi kejadian sebagai bentuk permohonan maaf kepada roh yang bersemayam di sana.

Ritual ini tidak memiliki waktu yang baku. Ia dilakukan ketika seseorang mengalami penyakit yang sulit disembuhkan secara medis atau saat tanda-tanda gangguan spiritual muncul, seperti perubahan perilaku yang tak wajar atau mimpi buruk berulang. Selain itu, Besale juga bisa dilakukan sebagai bentuk perlindungan sebelum aktivitas penting, seperti berburu atau membuka lahan.

Proses dan Tahapan Ritual

Rangkaian Besale dimulai dengan persiapan bahan-bahan seperti kemenyan, ramuan herbal, sesajen, dan alat musik tradisional seperti gendang atau gong. Dukun memulai prosesi dengan membakar kemenyan sambil membacakan mantra-mantra. Asap kemenyan dipercaya sebagai medium komunikasi dengan roh halus.

Tabuhan gendang mengiringi gerakan dukun yang memasuki keadaan trance. Dalam kondisi ini, ia bernegosiasi dengan roh yang diyakini sebagai penyebab gangguan. Dalam beberapa kasus, dukun menggunakan media tubuh pasien untuk mendeteksi penyebab penyakitnya. Jika ditemukan bahwa gangguan berasal dari pelanggaran adat, maka pasien dan keluarganya harus menjalankan ritual tambahan sebagai bentuk permohonan maaf kepada roh yang terganggu.

Setelah ritual utama selesai, pasien diberikan ramuan herbal atau air yang telah didoakan sebagai terapi tambahan. Jika penyakitnya berat, ritual bisa diulang beberapa kali hingga pasien benar-benar sembuh.

Besale di Era Modern

Di tengah kemajuan dunia medis dan perubahan gaya hidup masyarakat, Besale tetap bertahan sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Batin Sembilan. Lebih dari sekadar metode penyembuhan tradisional, ritual ini mencerminkan cara pandang masyarakat adat terhadap keseimbangan hidup: bahwa manusia, alam, dan roh harus saling menjaga harmoni.

Namun, seiring perkembangan zaman, muncul pertanyaan: sejauh mana praktik seperti ini tetap relevan di dunia modern? Apakah Besale hanya sekadar warisan budaya, atau justru memiliki nilai yang masih bisa diaplikasikan dalam kehidupan saat ini?

Tradisi ini bukan sekadar romantisme masa lalu. Besale mengajarkan kita bahwa penyembuhan tidak hanya tentang fisik, tetapi juga tentang keseimbangan jiwa dan lingkungan. Mungkin, dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, kita justru perlu belajar dari kearifan masyarakat adat untuk menemukan kembali harmoni dalam hidup.

Sang Dukun sedang melakukan ritual Besale (trance)