Keberadaan masyarakat Batin Sembilan merupakan salah satu bagian penting dalam pengelolaan Hutan Harapan oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) di Jambi dan Sumatera Selatan. Terdata sekitar 228 kepala keluarga Batin Sembilan (Silalahi, 2013) di Hutan Harapan, yakni mereka yang hidupnya masih bergantung pada hutan dan tinggal secara menetap dan semi-nomaden di dalam kawasan hutan tersebut.

Perhatian manajemen Hutan Harapan terhadap Batin sembilan ditunjukkan dengan sudah ditandatanganinya kesepakatan kemitraan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan. Dari beberapa kelompok masyarakat Batin Sembilan di Hutan Harapan, empat kelompok telah menandatangani kesepakatan kemitraan dengan PT Reki, sedangkan kelompok lainnya masih dalam tahap proses menuju kesepakatan.

Empat kelompok Batin Sembilan tersebut berada di bawah garis Marga Batin Kandang Rebo, Bawah Bedaro, yakni Kelompok Mitrazone, Kelompok Gelinding, Kelompok Tanding dan kelompok Simpang Macan Luar. Dengan kesepakatan ini, maka masyarakat Batin Sembilan mendapatkan kepastian tentang lokasi dan batas wilayah kelola, serta mendapat manfaat dari tata kelola dan pemanfaatan hutan untuk tujuan ekonomi, sosial dan ekologi.

Dengan kesepakatan kemitraan tersebut, sebanyak 104 keluarga pada empat kelompok Batin Sembilan tersebut menjadi mitra dalam mengelola hutan di areal seluas 1.435 hektare. Hutan Harapan menyediakan 5.000 hektare areal konsesinya untuk zona tanaman kehidupan Batin Sembilan.

Salah satu tindak lanjut kesepakatan adalah pengembangan tanaman kehidupan.  Hutan Harapan memberikan sebanyak 3.400 bibit kepada empat kelompok Batin Sembilan tersebut. Selain itu, Hutan Harapan juga mengembangkan demonstration plot (demplot) tanaman kehidupan atau agroforestri, yang saat ini sedang disiapkan bersama kelompok Simpang Macan Luar dan Mitrazone dan menyusul di area kelompok lainnya.

Manajemen Hutan Harapan juga membantu masyarakat dalam pengolahan dan pemasaran rotan sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu yang menjadi sumber penghidupan masyarakat, memfasilitasi sanitasi dan air bersih, menyediakan klinik kesehatan dengan nama “Klinik Besamo” dan pendidikan dasar dengan nama “Sekolah Besamo”.

Kemitraan serupa terbuka bagi masyarakat Batin Sembilan lainnya yang memang hidup bergantung dari hutan dan tinggal di Hutan Harapan. Pada kelompok Batin Sembilan di Pangkalan Ranjau, misalnya, manajemen Hutan Harapan telah melakukan pertemuan dengan perwakilan kelompok tersebut yang juga melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

Dalam proses menuju kesepakatan ini, masyarakat Batin Sembilan di Pangkalan Ranjau didampingi oleh LSM AGRA. Pada 2015, telah dua kali dilakukan pertemuan dengan perwakilan masyarakat dan pendamping, dan pada 2016 telah dilakukan dua kali pertemuan yang difasilitasi oleh KLHK.

Kesepakatan dan pengakuan masyarakat adat Batin Sembilan di Hutan Harapan merupakan bagian dari komitmen besar PT Reki terhadap HAM, sosial dan pelibatan masyarakat atau Human Rights, Social and Community Engagement Commitment (HARSCEC). Melalui komitmen yang telah dikonsultasikan dengan para pihak di tahun 2015 tersebut, manajemen Hutan Harapan akan memastikan kegiatan restorasi ekosistem memberikan dampak positif bagi masyarakat.

Komitmen itu diumumkan di Palembang pada 30 November 2015 dan di Jambi pada 2 Desember 2015. Inti dari komitmen ini, antara lain adalah uji tuntas (due diligent) penghormatan HAM,implementasi persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (Padiatapa) atau sering disebut prinsip free, prior, informed, and consent (FPIC) terhadap masyarakat adat dan masyarakatlokal serta pemberdayaan ekonomi masyarakat adat dan lokal. Para pihak, termasuk pemerintah (pusat dan daerah), NGO, CSO, tokoh adat, dan pekerja media hadir di acara penyampaian komitmen tersebut.(***)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini