Mengusung slogan “Agroforestri adalah Masa Depan” ke tengah masyarakat dalam kerja sama pengelolaan lahan di Hutan Harapan tidaklah berlebihan. Selain memberikan manfaat pada masa sekarang, agroforestri sangat diyakini memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi di masa mendatang.

Untuk diketahui, tutupan hutan di dunia terus berkurang, tidak seimbang dengan upaya pemulihan. Dengan agroforestri, pelibatan masyarakat semakin intensif dan berkelanjutan, nilai ekologi dan ekonomi yang akan dinikmati pun bertambah. Itu karena agroforestri menggabungkan tanaman kehutanan dengan segala ekosistemnya dan tanaman pertanian.

Agroforestri di Hutan Harapan dikembangkan di areal kemitraan kolaboratif dengan masyarakat. Untuk diketahui, PT Reki telah menandatangani kesepakatan kemitraan kolaboratif dengan tujuh kelompok masyarakat, yakni empat kelompok Batin Sembilan, Kelompok Trimakno dan Narwanto di Kunangan Jaya 1, Kelompok Kunangan Jaya 2 dan Kelompok Kapas Tengah.

Salah satu syarat kemitraan kolaboratif ini adalah pengurangan tanaman sawit yang tidak termasuk tanaman kehutanan. Pilihannya adalah agroforestri berbasis karet. Di antara tanaman utama karet, ditanam berbagai jenis tanaman buah, seperti nangka, jengkol, durian, jeruk nipis, jeruk lemon, jengkol dan tanaman pertanian seperti ubi, jagung, pisang, dan kacang-kacangan.

PT Reki menyediakan bantuan bibit, pembersihan lahan, perawatan dan pelatihan kepada masyarakat. “Agroforestri ini merupakan kegiatan bersama masyarakat sebagai bentuk implementasi kesepakatan kemitraan kolaboratif yang telah ditandatangani,” ujar Syahbarul Ain Munthe, supervisor agroforestri Hutan Harapan.

Munthe menyebutkan, pengembangan agroforestri ini juga untuk menjawab tantangan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat dan PT Reki selaku pengelola Hutan Harapan. Lebih jauh disebutkan, agroforestri dikembangkan juga untuk kepentingan ekologi dan keanekaragaman hayati dalam kegiatan restorasi ekosistem.

Untuk mengedukasi masyarakat dikembangkan area percontohan atau demonstration plot (demplot) di  enam kelompok, yakni di Simpang Macan Luar, Tanding,  Sungai Kelompang, Trimakno,  Narwanto dan Kapas Tengah. Masing-masing seluas 1 hektar, kecuali di Kelompk Tanding dan Sungai Kelompong yang mencapai luas masing-masing 2 hektar.

Pada masing-masing demplot diisi dengan berbagai jenis tanaman antara 400-560 batang per hektar. Sebagai tanaman utama, karet ditanam sebanyak 400 batang lebih, sisanya adalah berbagai jenis tanaman buah-buahan (75 batang) dan berbagai jenis bibit kayu hutan (25 batang).

Ada empat model agroforestri yang dikembangkan di Hutan Harapan, yakni monoculture (mengembangkan satu jenis tanaman utama, yakni karet); simple agroforestry (dua jenis tanaman utama, karet dan jenis fast growing species seperti melinjo, jengkol, petai); complex agroforestry (perpaduan karet, jenis pioneer (gaharu, pulai, jabon) dan slow growing species (meranti bunga, pinang, durian hutan); dan  natural regeneration (gabungan karet dan jenis buah-buahan, diperkaya tanaman bernilai ekonomi tinggi).

Sejauh ini, untuk pengembangan agroforestri pada enam kelompok masyarakat disalurkan sebanyak 31.000 lebih bibit karet unggul, 2.000 bibit buah-buahan ditambah bibit tanaman pekarangan, bibit cabe, kangkung, dan ikan. Masyarakat, termasuk ibu-ibu, juga diberikan pelajaran mengolah pupuk organik dari limbah rumah tangga.

“Kami senang dengan adanya demplot agrogorestri yang dibuat oleh PT Reki ini. Di sinilah tempat kami belajar. Dari sebelumnya kami hanya petani tradisional yang katakanlah asal-asalan, ke depan tentu kami berharap akan lebih baik dengan kami belajar dari mengelola demplot ini,” ujar Aini, ketua Kelompok Tani Hutan Maju Bersama Simpang Macan Luar yang terlibat aktif dalam pengelolaan demplot.

Penulis: Joni Rizal, Gambar: M. Sanggo, Foto: Ardi Wijaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini