RESTORASI HUTAN

Memulihkan hutan yang terdegradasi

Kondisi hutan dataran rendah yang terletak di provinsi Jambi dan Sumatera Selatan tengah mengalami degradasi, mulai dari eksploitasi kayu untuk kepentingan industri, penebangan pohon ilegal, konversi hutan hingga kebakaran hutan dan lahan. Kawasan hutan yang terdegradasi ini harus dipulihkan guna mengembalikan ekosistem seperti semula dan menjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati di dalamnya.

Oleh karena itu, kami melakukan berbagai kegiatan pemulihan hutan, mulai pengadaan bibit dan pemeliharaan persemaian; penanaman pohon lokal benrnilai ekonomi tinggi pada areal-areal yang tidak produktif termasuk sulaman pohon; pengayaan dan rehabilitasi pohon pada areal yang kurang produktif; monitoring/evaluasi kegiatan restorasi ekosistem. Selain itu, bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, inventarisasi hutan termasuk risalah, dan perpetaan hutan serta menyusun rencana kerja.

Selengkapnya Tentang Restorasi Hutan

RESTORASI HUTAN

Memulihkan hutan yang terdegradasi

Departemen kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan SK. 159/Menhut-II/2004 tentang Restorasi Ekosistem di Kawasan Hutan Produksi yang kemudian di ubah dengan P.61/Menhut-II/2008 yang digunakan sebagai pola dalam mengatur sistem pengelolaan hutan produksi melalui restorasi ekosistem. Dalam pelaksaannya restorasi hutan mencakup seluruh aspek, mulai dari perencanaan, pengesahan, dan pelaporan kegiatan restorasi ekosistem, termasuk di dalamnya kegiatan perencanaan hutan, inventarisasi flora dan fauna, pengamanan dan perlindungan hutan serta pemetaan wilayah kerja.

1. Penataan dan Pengukuhan Kawasan

Dalam melakukan pengelolaan kawasan hutan terutama pada areal restorasi hutan diawali dengan melakukan kegiatan penataan dan pengukuhan kawasan. Penataan dan pengukuhan kawasan ini bertujuan untuk menetapkan batas areal konsesi serta sebagai bentuk legalitas terhadap kawasan hutan. Kegiatan yang dilakukan dalam penataan kawasan meliputi pembuatan rintis batas, pemasangan pal batas, pengukuran batas, pembuatan dan penandatanganan berita acara hasil pelaksanaan penataan batas. Proses penataan batas di Hutan Harapan merupakan tindak lanjut dari penunjukan kawasan hutan IUPHHK-RE kepada PT Restorasi Ekosistem Indonesia di wilayah Provinsi Sumatera Selatan (SK. 293/MENHUT-II/2007) dan Provinsi Jambi (SK. 327/MENHUT-II/2010).

Laporan penataan batas temu gelang Hutan Harapan di Provinsi Jambi disahkan 6 Januari 2016, dan diajukan penetapan arealnya melalui surat  Nomor 010/REKI-JB/II/2016 tanggal 9 Februari 2016, melalui surat Nomor 150C/REKI-JB/2019, tanggal 30 September 2019. Sementara itu, laporan tata batas temu gelang Hutan Harapan di Provinsi Sumatera Selatan disahkan 20 April 2016, dan sudah diajukan penetapannya melalui surat Nomor  050/REKI-SS/V/2016 tanggal 25 Mei 2016. Selanjutnya telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor :468/Menlhk/Setjen/PLA.0/11/2018 tanggal 6 Nopember 2018.

2. Penataan Areal Kerja (PAK)

Penataan Areal Kerja merupakan pembagian areal kerja menjadi bagian – bagian (blok) kerja, petak dan anak petak yang sesuai dengan peruntukannya sebagai satuan manajemen kelestarian dan ekosistem hutan. Dalam pelaksanaannya penandaan batas-batas blok Rencana Kerja Usaha (RKU) 10 tahunan dan Rencana Kegiatan Tahunan (RKT) maupun petak kerja harus jelas di lapangan dan dipetakan.

Berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.64/Menhut-II/2014 disebutkan bahwa setiap areal Izin konsesi dibagi tiga pembagian areal (zonasi) yaitu:

  1. Zona non-produksi adalah kawasan yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, yaitu sungai, danau, jalan, sarana-prasarana, area persemaian/ pembibitan dan sebagainya.
  2. Zona Lindung adalah kawasan yang diperuntukan untuk melindungi ekosistem penting, meliputi habitat satwa kunci/endemik/langka, pelestarian sumberdaya genetik dan fungsi hidrologis, fungsi sosial budaya dan religi masyarakat hukum adat, serta areal untuk penelitian dan pengembangan.
  3. Zona Produksi adalah kawasan pada areal kritis/tanah kosong/semak belukar, bekas tebangan dan hutan primer yang berfungsi produksi dikelola untuk peningkatan produktivitas flora/pohon maupun fauna/satwa liar, koridor satwa, termasuk areal budidaya untuk kelola sosial.

Zona produksi ini dikelompokan sesuai peruntukannya, yakni:

→ Zona Produksi Usaha ditujukan untuk pengembangan usaha dalam upaya meningkatkan produktifitas lahan hutan melalui pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Jasa Lingkungan.

→ Zona Produksi Kemitraan/Kolaborasi ditujukan untuk pengelolaan areal bersama masyarakat/kelompok masyarakat yang telah menjalin nota kerjasama kemitraan (NKK) dan atau mendapat pengakuan dan perlindungan kemitraan kehutanan (Kulin KK) baik kelompok masyarakat Melayu lokal maupun kelompok pendatang (migran).

→ Zona Produksi Tanaman Kehidupan ditujukan untuk pengelolaan areal bersama masyarakat/kelompok masyarakat, khususnya Melayu lokan dan Batin Sembilan, baik yang telah menjalin NKK maupun yang belum.

3. Inventarisasi Hutan Berkala Restorasi Ekosistem

Peraturan mengenai pelaksanaan inventarisasi hutan restorasi ekosistem awalnya sama dengan pelaksanaan pengelolaan pada hutan alam, yang diistilahkan dengan IHMB – Inventarisasi Menyeluruh Berkala. Sementara, untuk pelaksaaan inventarisasi pada izin restorasi disebut dengan nama “Risalah Hutan”, dan pada 2014 sesuai Permenhut Nomor: 66/Menhut-II/2014 dilakukan perubahan terhadap istilah tersebut yaitu dengan nama IHBRE – Inventarisasi Hutan Berkala Restorasi Ekosistem.

Inventarisasi Hutan Berkala Restorasi Ekosistem merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi tentang kondisi hutan, mencakup komposisi dan jenis flora-fauna, rencana pemanfaatan kawasan, dan atau pemanfaatan jasa lingkungan, dan atau pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dilaksanakan secara berkala satu kali dalam 10 tahun di dalam kawasan hutan produksi setiap wilayah unit pengelolaan/manajemen.

Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah kunci keberhasilan kegiatan pengelolaan restorasi ekosiste jika cukup tersedia jalan angkutan yang akan melancarkan seluruh pelaksanaan kegiatan penanaman, pengayaan/rehabilitasi hutan, pemeliharaan tegakan, pengamanan dan perlindungan hutan, pengembangan ekowisata, serta pemanfaatan HHBK.

4. Pelaksanaan Rencana Kerja

Dalam pelaksanaan di lapangan tim restorasi hutan dibagi menjadi dua bagian:

  • Perencanaan Pengelolaan Hutan: Melaksanakan kegiatan perencanaan, inventarisasi hutan termasuk risalah, dan perpetaan hutan; menyusun rencana kerja dan biaya bulanan. Semua pekerjaan dilaporkan secara periodik, meliputi rencana, realisasi fisik dan biaya dalam periode tertentu.
  • Pembinaan Hutan: Melaksanakan pengadaan bibit dan pemeliharaan persemaian; penanaman pohon niagawi lokal pada areal-areal yang tidak produktif termasuk sulaman pohon; pengayaan dan rehabilitasi pohon pada areal yang kurang produktif; monitoring/evaluasi kegiatan restorasi ekosistem; dan menyusun rencana kerja dan biaya bulanan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 293/Menhut-II/2007 menyebutkan bahwa Hutan Harapan di wilayah Sumatera Selatan melaksanakan kegiatan Restorasi Pembinaan Hutan dengan penanaman, pengayaan, dan percepatan permudaan alam pada areal seluas 2.628 hektar, dengan jumlah 269.745 tanaman. Untuk wilayah Provinsi Jambi, sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 327Menhut-II/2010, dilakukan kegiatan Restorasi Pembinaan Hutan dengan penanaman, pengayaan, dan percepatan permudaan alam pada areal seluas 2.249 hektar dengan jumlah 1.302.391 tanaman. Lokasi penanaman meliputi blok-blok kerja dan kiri kanan jalan utama. Jenis pohon yang ditanam sangat beragam dan semuanya berasal dari jenis asli Hutan Harapan, seperti keruing, meranti, bulian, gaharu, dan jelutung.

5. Pengadaan Bibit

Pengadaan bibit yang dilakukan di Hutan Harapan meliputi penyiapan tempat pembibitan, pengadaan sarana prasarana, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan  pengadaan bibit. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk memperoleh benih atau bibit yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang memadai secara tepat waktu serta untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas hutan dan keanekaragaman hayati yang sesuai dengan kondisi tempat tumbuh dengan menggunakan bibit pohon niagawi setempat yang berkualitas tinggi.

6. Penanaman dan Pengayaan Tanaman

Kegiatan penanaman diprioritaskan pada hutan tidak produktif di kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi, kawasan perlindungan ekosistem dan kawasan bernilai social ekonomi tinggi. Spesifikasi jenis tanaman yang digunakan merupakan jenis unggulan setempat yang mampu cepat tumbuh secara alami di tempat terbuka atau yang sering disebut dengan jenis Pioneer.

Pelaksanaan kegiatan pengayaan diprioritaskan pada areal yang tidak cukup permudaan anakan alam. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki komposisi jenis, penyebaran pohon dan nilai keanekaragaman hayati dengan spesifikasi jenis tanaman jenis asli yang keberadaannya mulai langka, jenis pakan satwa. Tahapan dalam kegiatan penaman dan pengayaan meliputi penataan areal kerja, penyiapan bibit, pembuatan jalur tanam dan penanaman.

7. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dibedakan dalam dua jenis kegiatan yaitu pemeliharaan tanaman dan pemeliharaan pohon binaan. Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan perawatan tanaman dengan cara membersihkan jalur tanaman, membunuh gulma dan pohon penanung, serta menyulam tanaman mati dengan tujuan mempertahankan jumlah tanaman dan memacu pertumbuhan. Pemeliharaan pohon binaan dilakukan dengan kegiatan penjarangan dengan tujuan mempertahankan riap yang tinggi.

8. Perlindungan dan Pengamanan Hutan

Kegiatan perlindungan dan pengaman hutan yang dilakukan Hutan Harapan meliputi: konservasi plasma nutfah, pencegahan kebakaran, pencegahan perladangan liar, pencegahan penebangan liar dan pencurian kayu, perlindungan flora dan fauna, pengendalian hama dan penyakit, perlindungan mata air, dan sempadan sungai, penelitian yang berhubungan dengan konservasi sumber daya alam hayati serta pembuatan pos-pos penjagaan dan pondok – pondok pemantauan kawasan.

Pengelolaan hutan produksi dengan sistem Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang dilakukan selama ini telah mengakibatkan terjadinya peningkatan degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia. Tanpa perbaikan sistem pengelolaan yang ada saat ini dikhawatirkan luas hutan produksi yang terdegradasi akan bertambah terus sehingga fungsi produksinya tidak lagi lestari dan akan memicu terjadinya deforestasi. Kebijakan restorasi ekosistem diharapkan mampu memperbaiki kondisi hutan produksi yang telah terdegradasi dan terdeforestasi tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, pendekatan pengelolaan RE harus dilakukan kolaboratif, inovatif dan akomodatif. Pendekatan yang akan dilakukan mengacu pada beberapa prinsip yaitu :

  • Melakukan pengelolaan hutan yang adaptif (adaptive management) dan dapat dimanfaatkan secara harmonis dan terkoordinasi (multiple use).
  • Melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) lokal dalam pengelolaan hutan.
  • Memberi kepastian akses masyarakat lokal terhadap sumberdaya hutan non kayu atau HHBK
  • Meningkatkan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dan kesempatan mendapatkan pendapatan atas pengelolaan sumber daya hutan. (*)