Pendidikan alternatif terus diupayakan demi menjangkau anak-anak yang hidup di wilayah pedalaman Jambi. Para guru adaptif mengambil peran penting di dalamnya.

Oleh: IRMA TAMBUNAN

Kedatangan “Cikgu” disambut gembira anak-anak komunitas adat Batin Sembilan di pedalaman Jambi. Hampir sepekan menanti, jadwal Sekolah Besamo akhirnya kembali digelar.

Cikgu (guru) Teguh telah bermalam di kamp Hutan Harapan yang lokasinya dekat dengan permukiman komunitas tersebut di wilayah Kelompang, Kabupaten Batanghari, Jambi. Sedangkan Cikgu Rio sejak pagi-pagi sekali berangkat dari rumahnya di wilayah Bungku, menempuh perjalanan 40 kilometer bermedan terjal. Lumpur menghadangnya karena hujan semalaman.

Sekitar pukul 08.00 WIB, segala rintangan selesai dilalui. Kedua guru siap mengajar, Jumat (26/11/2021).

Anak-anak menyebut para gurunya Cikgu. Mereka paling suka belajar berhitung dan belajar tentang tumbuh-tumbuhan di alam terbuka. Teguh dan Rio menuruti kemauan mereka. Yang penting anak-anak semangat menimba ilmu.

Saking semangatnya, cikgu dibuat kewalahan karena anak-anak cepat selesai, lalu berebut minta dikoreksi. Selanjutnya meminta lagi soal-soal baru.

“Cikgu, berikan soal lagi,” desak Elisa (11), salah seorang anak.

Teguh dan Rio merupakan guru kelas jauh SDN 49 Bungku, yang diberi nama Sekolah Besamo. Sekolahnya berada dalam kawasan Hutan Harapandi pedalaman Jambi dan Sumatera Selatan. Siswanya berjumlah 60-an. Berasal dari Suku Batin Sembilan yang mendiami sepanjang tepi aliran-aliran sungai. Cerita selengkapnya tentang perjuangan guru Sekolah Besamo Hutan Harapan Teguh dan Rio dapat dibaca pada link berikut: https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/11/29/perjuangan-guru-mengawal-pendidikan-di-pedalaman