Sebanyak 6 jurnalis media nasional dan lokal mengikuti media trip ke Hutan Harapan pada 5-6 September 2018. Kedatangan mereka difasilitasi oleh Environmental Support Programme Phase 3 (ESP3), lembaga kerja sama Denmark-Indonesia (Danida). Kunjungan dilakukan menjelang akhir masa dukungan pendanaan Danida-ESP3 ke Hutan Harapan kurun 2016-2018.

Para jurnalis dan editor yang terlibat di antaranya adalah dari Kompas, The Jakarta Post, Kompas TV, Tempo, Mongabay, dan Tribun Jambi. Media trip dikemas dalam beberapa sesi prsentasi oleh manajemen Hutan Hatapan diskusi dan kunjungan lapangan.

Dalam sesi diskusi pada 5 September 2018, Executive Director Burung Indonesia Dian Agista menceritakan sejarah singkat Hutan Harapan. Pada akhir tahun 1990-an beredar hasil riset Bank Dunia yang menyatakan bahwa hutan dataran rendah Sumatera akan habis pada 2005. Saat itu, pembalakan besar-besar sedang mengancam.

Pada 2002 muncul ide mempertahankan hutan dataran rendah tersisa dengan cara moratorium penebangan di kawasan Hutan Produksi. Perlu dijelaskan, secara legal, setiap pemegang izin konsesi kawasan Hutan Produksi harus melakukan penebangan, baik melalui izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Tetapi, sejumlah LSM saat itu, seperti Birdlife Indonesia dan Birdlife Internasional, melakukan advokasi ke berbagai pihak untuk tujuan sebaliknya. Mereka meminta ada kebijakan agar Hutan Produksi bisa dikelola tanpa produksi atau menebang kayu. Maka, pada 2004, lahir apa yang disebut kebijakan Restorasi Ekosistem (RE), yakni pengelolaan kawasan Hutan Produksi melalui pemulihan (restorasi) ekosistem hutannya.

Selanjutnya, pada 2005, Menteri Kehutanan menetapkan kawasan Hutan Produksi seluas 100.000 hektar di perbatasan Jambi-Sumsel sebagai kawasan RE pertama. Kawasan ini dipilih antara lain karena kekayaan keanekaragaman hayatinya dan merupakan kantong populasi berbagai satwa, seperti harimau, gajah, dan tapir. Kawasan ini juga merupakan sandaran hidup suku pedalaman Batin Sembilan. Kawasan inilah yang kini bernama Hutan Harapan, yang dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki).

Dalam sesi presentasi, para jurnalis mendapat suguhan tentang tantangan pengelolaan Hutan Harapan selama 10 tahun pertama dan rencana 10 tahun ke depan dari Direktur PT Reki Lisman Sumardjani. Banyak tantangan dihadapi, mulai dari tekanan perambahan hingga ke soal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Menurut Lisman, sebagai perusahaan RE yang mengandalkan dana donor –tanpa produksi kayu– PT Reki tidak bisa memenuhi kewajiban membayar pajak. Kenapa?

Negara donor memberikan dukungan ke Hutan Harapan dari uang pajak rakyatnya dan karena itu tidak seharusnya digunakan untuk membayar pajak pula. PT Reki bersama perusahaan-perusahaan RE lainnya kini tengah memperjuangkan insentif pajak ke pemerintah.

Head of Stakeholder Partnership and Land Stabilization Division Adam Aziz menjelaskan, perambahan, ilegal logging, poaching dan kebakaran hutan masih mengancam Hutan Harapan. Perambahan yang disertai klaim atau pendudukan lahan memunculkan masalah tersendiri.  Banyak kebakaran hutan terjadi disengaja, yakni untuk membuka lahan di kawasan konflik atau klaim masyarakat.

Environtment, Research and Development Departement Elva Gemita mendapat giliran menggambarkan kekakayaan flora dan fauna Hutan Harapan. Saat ini diidentifikasi sebanyak 64 jenis mamalia, 126 reptil,307 burung, 123 ikan, dan 1.311 tumbuhan. Di antaranya masuk ke dalam daftar merah IUCN karena berstatus Genting dan Kritis.

Selama dua hari, rombongan jurnalis yang datang didampingi National Program Advisor  ESP3 Per Rasmusen melakukan perjalanan ke beberapa lokasi. Antara lain, ke pemukiman masyarakat pedalaman Batin Sembilan, lokasi program pemberdayaan amsyarakat, kawasan pengembangan agroforestri, wisata alam, juga mencoba sensasi memanjat tree platform –menikmati lanskap hutan dari puncak pohon setinggi 28 meter.

Beberapa liputan para jurnalis tersebut dapat dibaca pada gambar dan link di bawah ini:

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini