Dalam kawasan Hutan Harapan hidup sekitar 228 keluarga Batin Sembilan. Sebagian mereka semi-nomaden dan berbaur dengan masyarakat luar, sebagian lagi memilih nomaden di dalam hutan. Kelompok nomaden ini bertemu orang luar hanya ketika mereka dikunjungi di pedalaman. Itu pun harus dicari-cari.
Jauh dari penduduk luar, salah satu permasalahan serius yang sering dihadapi oleh kelompok nomaden ini adalah serangan penyakit. Pola hidup berpindah membuat mereka sulit ditemui oleh tim layanan kesehatan keliling yang disediakan oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia selaku pengelola Hutan Harapan.
Beruntung, saat layanan kesehatan keliling yang diadakan pada akhir Juli lalu, tim Klinik Besamo Hutan Harapan yang dibantu dokter pemerintah berhasil menemukan sekelompok kecil masyarakat pedalaman itu, yakni keluarga Mat Atam, Mat Suri dan Mat Muhammad. Satu keluarga lagi, yakni Mat Liar, tidak berhasil dijumpai.
Layanan kesehatan diberikan kepada mereka di Pos Lapangan Meranti, area Hutan Harapan wilayah Sumsel. Sebelum berangkat, dilakukan kontak melalui radio handy talky ke tim lapangan untuk mencari dan mengumpulkan keluarga nomaden tersebut, terutama yang memerlukan layanan kesehatan.
Perjalanan menuju lokasi dari Base Camp Hutan Harapan memakan waktu sekitar 2 jam, menggunakan kendaraan 4WD, membelah kawasan hutan sekunder yang lebat dan menyeberang Sungai Kapas, salah satu hulu Sungai Musi.
Namun, jarak yang jauh itu tidaklah menyurutkan tim yang terdiri dari Dokter Joni, Susan (perawat Klinik Besamo) dan perawat dari rumah sakit pemerintah serta anggota tim lainnya itu. Jalan tanah berlumpur diterjang, pohon dan bambu yang malang-melintang di tengah jalan pun ditembus.
Dengan kondisi jalan yang penuh tantangan dan rintangan, tidak terlihat raut penyesalan di wajah anggota tim, termasuk Dokter Joni. “Ini kewajiban saya, untuk menolong sesama,” ujarnya bersemangat.
Satu hal yang membuat perjalanan menantang ini terasa lebih berkesan adalah ketika tim berkali-kali melihat binatang buas. Kami melihat seekor kijang berlarian dengan bebas juga babi hutan. Kalu monyet dan sebangsanya jangan ditanya lagi. Ini bukti kekayaan satwa di Hutan Harapan, kawasan bekas logging yang dikelola PT Reki untuk dipulihkan sejak 2007.
Belum sampai di pos lapangan, kami berjumpa Mat Muhammad. Dia tampak antusias dan senang akan kedatangan tim medis ini. Muhammad bersama beberapa keluarga lainnya lalu berkumpul di pos.
Bagi masyarakat pedalaman Batin Sembilan yang mengenal alam dan hutan dengan baik, masalah kesehatan terkadang bukanlah hal yang merepotkan bagi mereka. Alam menyediakan banyak sumber daya yang bisa dimanfaatkan untuk obat, seperti apa yang mereka kenal dengan sebutan “akar pahit” atau Pasak bumi (Eurycoma longifolia). Tumbuhan ini baik untuk stamina.

“Tapi dak katek lagi tanamannyo. Jarang nampak,” ujar Sri, istri Mat Atam. Sekilas Sri tak terlihat seperti masyarakat Batin Sembilan. Walaupun tanah menempel di beberapa bagian tubuhnya, kulit Sri tampak putih. Wajahnya pun ayu. Hanya rambutnya yang tidak tertata dan pakaian yang tidak rapi. Dia datang berobat bersama suaminya.
Selain Mat Atam dan istrinya serta Mat Muhammad, tampak pula Mat Suri. Sebagian mereka membawa anak. Satu per satu mereka diperiksa oleh Dokter Joni dibantu perawat. Tensi darah mereka diukur, keluhan mereka ditanyai. Keramahan Dokter Joni membuat masyarakat awam ini merasa nyaman menyampaikan keluhan dan penyakit mereka.
Mat Suri terlihat sangat menikmati layanan kesehatan ini. Banyak hal yang ditanyakannya. Dokter Joni pun melayaninya dengan baik, memberinya obat-obatan yang diperlukan. Karena mungkin dia buta huruf, Dokter Joni memberikan penjelasan dengan jelas mengenai pemakaian obat.
“Bisa dak Bapak ngingatnyo mano bae yang harus diminum?” tanya penulis ke Mat Suri dengan nada bercanda setelah ia mendapat penjelasan dari dokter. “Eh biso lah, baik ingatan aku ni,” jawabnya sambil tertawa. Seisi ruangan pun tertawa dan tersenyum.
Selanjutnya giliran isteri Mat Atam, Sri. Dia mengeluh demam dan menggigil yang tak kunjung sembuh. Dokter Joni memberinya obat yang sesuai diserta ucapan agar rajin minum obat agar lekas sembuh.
Seorang anak Mat Atam, Riwi, yang berusia sekitar 1 tahun, ketika hendak ditimbang menangis dan berlari ke pangkuan ibunya. Dokter memberinya bubur kacang hijau yang sudah disiapkan untuk meningkatkan nutrisinya di masa perkembangan itu.
Satu per satu mereka mendapat giliran diperiksa. Selesai memberikan layan kesehatan, Dokter Joni menjelaskan bahwa penyakit yang sering menhinggapi masyarakat pedalaman ini adalah penyakit kulit dan cacingan yang disebabkan oleh tidak higienisnya lingkungan mereka.

Dia berharap ada peningkatan usaha promotif dan preventif. Dia mengimbau Mat Atam dan kelompoknya menjaga kebersihan diri agar bisa terbebas dari penyakit kulit dan diare.
Dokter Joni sangat terkesan dengan Suku Batin Sembilan di Meranti yang hidup di dalam dan menjaga Hutan Harapan. “Karena bagi mereka hutan adalah rumah yang menyediakan segalanya,” ujarnya.
Mat Atam sendiri berharap kunjungan dokter dilakukan sekali sebulan ke pedalaman hutan tempat mereka meramu atau mencari hasil hutan. “Biar kami bisa tetap sehat untuk menjaga kawasan Hutan Harapan ini,” ujarnya yang disambut senyum bahagia semua yang ada di tempat itu.***
Penulis: Gilang Ahmad Riva’i dan Joni Rizal