Bambu merupakan kelompok hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang potensial untuk pengganti kayu. Keberhasilan bambu menggantikan kayu dalam industri berbasis bahan baku kayu dapat dilihat dari beberapa produk yang beredar di pasaran, seperti sumpit (chopstick), tusuk gigi (toothstick), particleboard, plybamboo (bambu lapis) dan gagang korek api.

Bambu merupakan tumbuhan yang sudah lama dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat pedesaan. Diketahui ada 162 jenis bambu di Indonesia, 88 jenis di antaranya merupakan jenis endemik Indonesia dan 124 jenis merupakan jenis asli Indonesia.

Hutan Harapan adalah kawasan restorasi ekosistem seluas 98.555 hektare di Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan. Kawasan ini dihuni oleh lebih dari 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 65 jenis ikan, 52 jenis amfibi, 71 jenis reptil, dan 728 jenis pohon. Sebagian flora dan fauna tersebut tidak ditemukan di hutan lainnya di Indonesia bahkan di dunia. Sebagian lagi sudah sangat langka dan terancam punah, seperti harimau sumatera, gajah asia, beruang madu, ungko, bangau storm, rangkong, jelutung, bulian, tembesu dan keruing.

Salah satu spesies tanaman yang banyak ditemukan di Hutan Harapan adalah bambu. Pasca kebakaran hutan 2015 dan memasuki musim hujan 2016, bambu tumbuh dengan pesat. Bambu-bambu tersebut memang merupakan tanaman invasif yang dapat menganggu tanaman lainnya. Tetapi, di sisi lain, ada nilai manfaat yang bisa didayagunakan dari tumbuhan tersebut. Apalagi, populasi bambu di dalam Hutan Harapan juga terbilang banyak, menginvasi areal ribuan hektare.

Pada Februari 2016, manajemen Hutan Harapan bekerja sama dengan tim peneliti Bidang Botani dari Puslit Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan kajian potensi bambu di Hutan Harapan. Para peneliti berada di Hutan Harapan selama beberapa hari. Mereka adalah Elizabeth A Widjaja dan I Putu Gede Parlida Damayanto.

Salah satu temuan menarik para peneliti ini adalah spesies bambu yang menghasilkan biga (kristal), yang di Cina sudah dimanfaatkan untuk obat-obatan penyakit tertentu, seperti impotensi. Bambu ini (Gigantochloa scortechinii) ditemukan di Merajang, kawasan dalam Hutan Harapan di wilayah Musi Banyuasin, Sumsel. Biga merupakan hasil ikutan HHBK dan merupakan bahan ekspor.

Menurut para peneliti ini pula, bambu jenis Schizostachyum zollingeri banyak tumbuh di sepanjang jalan utama di Lumajang, Jawa Timur, dan digunakan untuk tempat penjemuran tembakau. Di areal Hutan Harapan rumpunnya sedikit sehingga tidak bisa dicari biganya. Biganya bisa didapat dengan cara dibakar.

Dari hasil kajian juga diketahui bahwa di Hutan Harapan terdapat bambu jenis baru seperti Dendrocalamus sp yang tumbuh menjuntai dengan cabang yang panjang dan sangat dominan. Ada pula kemungkinan jenis baru  Gigantochloa sp 1 dan Gigantochloa sp 2.

Gigantochloa sp 1 yang tumbuh di pinggir Sungai Bambu Hitam berpotensi dimanfaatkan karena mempunyai batang tegak hingga 25 meter. Batangnya agak tipis karena itu bisa diolah menjadi plybamboo atau bambu lapis dengan cara dibuat pelupuh lebih dahulu atau dicacah.

Gigantochloa sp 2 yang tumbuh di Simpang Koni dan Bato merupakan jenis yang mempunyai batang tegak. Gigantochloa robusta yang tumbuh banyak di pinggir sungai di Bato, batangnya besar berdiameter hingga 12 cm menghasilkan rebung yang manis. Bambu ini bisa digunakan untuk produksi rebung.

Cara perbanyakan bambu di Hutan Harapan bisa dibawa binatang pemakan bambu muda –seperti gajah yang mengunyah bambu agar mulutnya berdarah untuk mendapatkan mineral—dan  karena juntaian cabang dan pucuk ke tanah sampai berakar dan tumbuh. Daerah bambu biasanya merupakan home range atau kawasan jelajah dan tinggal harimau, tapir, dan beruang.

Elizabeth dan Putu Gede Parlida menjelaskan,  bambu di Hutan Harapan dapat dijadikan bahan biomasa untuk gastifikasi listrik. Pada jenis lain di India, untuk proyek pembangkit listrik biomasa, 80 hektare bambu bisa menghasilan 1 MW. Di India juga, 4 kg bambu biomasa dapat menghasilkan 1-1,2 liter etanol yang dapat digunakan sebagai bahan baku mesin penggerak mobil. Bambu juga menyerap CO2 sebanyak 149.9 tons/ha.

Di Bali, bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata) berumur 3 tahun dapat menghasilkan rebung 3 ton per tahun. Jumlah rebung bersih lebih banyak dihasilkan oleh Gigantochloa robusta karena rebungnya lebih besar. Di musim hujan, panen dilakukan dua hari sekali.

Semua Gigantochloa dapat digunakan untuk bahan anyaman dan mebel, seperti meja, kursi, dan lemari.
Semua bambu dapat digunakan untuk menahan erosi tanah karena berakar serabut yang jalin menjalin sangat kuat. Bambu juga merupakan penyimpan air terbaik. Di Kolumbia, hutan bambu Guadua menyimpan air 30.000 liter/ha di dalam batangnya akan akan dikembalikan ke tanah ketika musim kering.

Tanaman bambu juga bisa untuk penjernih air karena akar bambu mengandung mikro organisma yang dapat membersihkan air berpolusi secara biokimia, yang dioksidasi oleh bakterianya. Bambu akan menghasilan oksigen yang mudah dilarutkan dan dapat mengubah oksigen ke udara melalui daun, batang dan akar.

Kedua peneliti menyarankan manajemen Hutan Harapan melakukan uji fisik, mekanik dan properti kimia sehingga dapat dipastikan mana bambu yang bagus sebagai penghasil rebung dan mana yang bagus untuk biomasa pembangkit tenaga listrik atau biofuel. Penelitian yang tuntas akan sangat berguna untuk biofuel.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini