Diskusi dan konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pelestarian Hutan Alam Sumsel di Palembang, Selasa, 10 April 2018. Koalisi yang beranggotakan 11 NGO Sumsel ini menolak usulan pembukaan jalan angkut tambang dengan membelah kawasan Hutan Harapan di Provinsi Sumsel dan Jambi. Pembukaan jalan angkut tambang ini akan berdampak luas terhadap kerusakan ekologi, sosial dan perkonomian. Koalisi meminta Gubernur Sumsel mencabut rekomendasi pembukaan jalan angkut tambang yang membelah Hutan Harapan yang diusulkan oleh salah satu perusahaan batubara yang memegang izin konsesi seluas 2.143 ha di Musi Rawas. Koalisi juga meminta Menteri LHK tidak memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk jalur angkut tambang di Hutan Harapan.

Berikut pernyataan lengkap Koalisi:

KOALISI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PELESTARIAN HUTAN ALAM SUMSEL

SIARAN PERS:

Penolakan Pembangunan Jalan Tambang di Areal Kawasan Hutan Harapan Provinsi Sumsel & Jambi

Gubernur Sumatera Selatan telah mengeluarkan surat rekomendasi nomor: 522/2592/DISHUT/2017 tertanggal 26 Oktober 2017 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembukaan jalan tambang. Pembukaan jalan tambang ini diusulkan oleh PT Marga Bara Jaya yang berafiliasi dengan PT Triaryani, dan saat ini sedang dibahas di Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

PT Triaryani merupakan perusahaan pemegang konsesi tambang batubara seluas 2.143 hektar di kabupaten Musi Rawas, yang sebagian batubaranya diangkut melalui Kabupaten Musi Banyuasin. PT Triaryani mengusulkan pembukaan jalan angkut tambang dari lokasi tambang ke Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin.

Usul pembukaan jalan angkut tambang ini akan membelah Hutan Harapan, kawasan Restorasi Ekosistem (RE) di Provinsi Sumsel dan Jambi yang dikelola PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki). Total usulan yang membelah Hutan Harapan mencapai 31,8 kilometer, yakni 9,66 kilometer di Jambi (19,4 hektar) dan 22,2 kilometer di Sumsel (44,1 hektar).

Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi ekosistem hutan dataran rendah Sumatera yang mengandung nilai konservasi dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Di dalam kawasan initercatat sebanyak 307 jenis burung, 64 jenis mamalia, 123 jenis ikan, 55 jenis amfibi, 71 jenis reptil, 917 jenis pohon. Di kawasan ini masih ditemukan spesies payung (umbrella species) yaitu Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Gajah sumatera (Elephas maksimus sumatranus), Tapir (Tapirus indicus) dan Beruang madu (Helarctos malayanus) yang menjadi indikator bahwa kawasan ini masih memiliki nilai konservasi dan keanekaragaman hayati yang tinggi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 jo PP Nomor 3 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Restorasi Ekosistem (RE) adalah upaya mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) dan unsur non-hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Kawasan RE dikelola melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk kegiatan penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, maupun pelepasliaran flora dan fauna.

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.50/MenLHK/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, yakni Pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem (IUPHHK RE). Walaupun dikecualikan untuk jalan angkut tambang pada Ayat 2 poin (F), tetapi Ayat 2 poin (G) menyebutkan bahwa kegiatan dimaksud harus berdasarkan hasil penilaian yang menyatakan tidak mengganggu kelestarian dan kelanjutan usaha.

Rencana pembangunan jalan angkut batubara yang membelah kawasan restorasi ekosistem dipastikan akan mengganggu upaya pemulihan ekosisem hutan, serta akan membuat fragmentasi hutan dan deforestasi yang lebih luas, sehingga mengganggu habitat hidup satwa liar dan mengancam kehilangan keanekaragam hayati.

Pembukaan hutan di dalam kawasan restorasi ekosistem untuk jalan angkut batubara akan menimbulkan erosi tanah akibat tidak adanya tutupan hutan dan meningkatkan sedimentasi sungai. Kegiatan pengangkutan batubara juga akan menimbulkan polusi, menurunkan kualitas air bahkan pencemaran sungai, sehingga berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan hidupan satwa liar. Yang paling terkena dampak dari aktivitas pertambangan ini adalah kaum perempuan dan anak.

Selain itu, lebih dari 200 keluarga masyarakat adat Suku Batin Sembilan menggantungkan keberlangsungan kehidupan tradisional mereka di dalam kawasan restorasi ekosistem Hutan Harapan. Sumber mata pencaharian mereka mengandalkan dari kegiatan berburu, meramu dan menangkap ikan.

Berdasarkan fakta, data, informasi dan analisa di atas, maka kami Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pelestarian Hutan Alam Sumsel dengan ini menyatakan sikap:

Meminta kepada Gubernur Sumatera Selatan untuk mencabut rekomendasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Nomor surat: 522/2592/DISHUT/2017.
Meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tidak melanjutkan pembahasan dan memastikan tidak memberikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pembangunan Jalur Pengangkutan Khusus Batubara di kawasan Hutan Harapan Provinsi Sumsel dan Jambi.
Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel untuk Pelestarian Hutan Alam Sumsel:

HaKI
LBH Palembang
Serikat Hijau Indonsia
Jaringan Masyarakat Gambut Sumsel
PINUS – Sumsel
Lingkar Hijau – Sumsel
Solidaritas Perempuan – Palembang
Perhimpunan Tanah & Air (PETA) Sumsel
Yayasan Koala Merdeka
Yayasan Depati – Sumsel
AMAN Sumsel
Narahubung:

Adios (Direktur Kampanye & Riset HaKI): 0813 6731 2929

Aprili Firdaus (Direktur LBH Palembang): 0812 7137 958

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini